WahanaNews - Tanjunglesung | Angin puting beliung terjadi di tengah laut Binuangeun, Lebak Selatan, Banten. Penampakan angin puting beliung itu terlihat dari Pantai Bagedur, Kecamatan Malimping.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lebak, Febby menyebut, angin puting beliung itu terjadi di lepas pantai Binuangeun. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 14.30 WIB, Rabu (25/5/2022).
Baca Juga:
Damkar Lebak Banten Evakuasi Ular Sanca Sepanjang 2,5 Meter dari Dalam Kloset Kamar Mandi Warga
"Lebih tepatnya di Binuangeun, lepas pantai Binuangeun ya. Kejadiannya baru tadi sekitar 14.30 WIB ya, hanya belasan detik saja," ujar Febby.
Febby mengatakan, angin puting beliung biasanya terjadi karena ada perbedaan tekanan udara. Menurutnya, angin puting beliung itu bisa terjadi di mana saja.
"Angin puting beliung terjadi karena tekanan udara yang panas ke dingin. Di perairan Banten juga tengah terjadi sirkulasi silkonik, jadi angin kencang bisa saja terjadi. Tapi random tidak bisa diprediksi si pusaran angin ada di mana. Sekarang pun angin lagi kencang turun hujan juga rata dari Binuangeun ke Cihara," paparnya.
Baca Juga:
Baznas Lebak Tetapkan Zakat Fitrah dan Fidyah Ramadan 2025 bagi Masyarakat
"Temen-temen relawan sedang mengumpulkan info apa ada yang terdampak, seperti bagang, perahu nelayan, atau siapa pun yang sedang ada di lokasi. Perlu waktu karena kan itu kejadian di laut. Relawan sedang ada di sekitar lokasi untuk mengumpulkan info," sambungnya.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Data dan Informasi BMKG Serang, Tarjono menjelaskan soal fenomena angin puting beliung yang terjadi di tengah laut Binuangeun, Lebak Selatan. Fenomena itu disebut waterspout.
"Benar itu termasuk puting beliung yang terjadi di perairan (laut) yang disebut waterspout. Waterspout atau puting beliung terjadi karena adanya awan cumulonimbus (Cb), durasinya singkat," jelas Tarjono.
Ia mengatakan, awan cumulonimbus bisa terbentuk kapan saja. Ada enam kondisi yang bisa memicu terbentuknya awan tersebut, seperti lapisan udara yang tidak stabil, udara harus hangat dan lembap, mekanisme pemicu harus menyebabkan udara lembap hangat naik, pemanasan lapisan udara dekat dengan permukaan, naiknya tanah memaksa udara ke atas dan sebuah front memaksa udara ke atas.
"Awan cumulonimbus terbentuk di bagian bawah troposfer, yakni lapisan atmosfer yang paling dekat dengan permukaan bumi. Karena penguapan dan efek rumah kaca, maka wilayah tersebut dapat menghasilkan udara hangat yang memungkinkan terciptanya awan cumulus dan awan cumulonimbus," paparnya.
Menurutnya, waterspout yang terjadi dari terbentuknya awan cumulonimbus ini mempunyai potensi bencana. Potensi bencana itu berupa cuaca ekstrem, seperti angin kencang, hujan deras disertai angin kencang dan petir, angin puting beliung, hingga hujan es.
Ia pun mengimbau para pelayan dan warga di pesisir pantai untuk menghindari awan cumulonimbus yang terbentuk di sekitar perairan.
"Memang benar awan cumulonimbus (Cb) mempunyai potensi bahaya atau kebencanaan, awan cumulonimbus ini wajib dihindari oleh masyarakat penerbangan, pelayaran, dan masyarakat umum," pungkasnya.[mga]